Head-linenews.com, BABEL – Cukup menarik, itu yang tersaji dalam sesi Debat Publik Pertama Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung di Novotel Rabu(23/10/24) malam. 2 bintang podium dalam debat kandidat Pilgub Babel ini, benar-benar memiliki style yang kontras. Ibarat gaya konvensional vs inkonvensional.
Pasangan nomor urut 1, Erzaldi Rosman dan Yuri Kemal, memperlihatkan kemampuan retorika ala akademisi memainkan pola debat konvensional. Erzaldi dan Yuri seperti cepat membaca kelemahan Paslon 2, Hidayat Arsani dan Heliyana, dengan melemparkan pertanyaan-pertanyaan bermuatan bahasa ilmiah dan akademis.
Kelemahan retorika Paslon 2 ini yang kemudian ‘digocek’ oleh Paslon 1 untuk memperlihatkan keunggulan yang memang memiliki sederet gelar akademik. Dengan konunikasi ala panggung akademik, khususnya dalam menyampaikan pertanyaan.
Namun style show off yang dilakukan oleh paslon Erzaldi-Yuri tak lantas membuat Hidayat Arsani terpojok. Naluri pengusaha kawakan Bangka Belitung tersebut, sepertinya paham bahwa dirinya sedang berdiri di panggung dengan atmosfer politik, bukan panggung akademik. Artinya manuver ala politisi harus digunakan.
Hidayat paham betul cara mengimbangi panggung yang coba didominasi oleh Erzaldi-Yuri, dan menolak masuk ke gaya permainan paslon tersebut. Redaksi cukup mengenal seorang Hidayat Arsani, yang lebih fokus pada hal-hal praktis, termasuk dalam komunikasi.
Alhasil, Hidayat melakukan conter attack dengan fokus pada fakta-fakta era kepemimpinan Erzaldi pada periode 2017-2022. Terlihat sekali bahwa pemilik sejumlah rumah sakit swasta di Babel ini, mengincar Erzaldi sebagai lawan head to head nya. Hidayat Arsani sadar betul bahwa dirinya ‘tak ada urusan’ dengan Yuri. Karena ada Heliyana yang sama-sama harus rebutan simpati di Pulau Belitung.
Erzaldi-Yuri pun seperti melakukan monolog meski berhadapan dengan Hidayat Arsani. Karena setiap pertanyaan baik yang disampaikan oleh Erzaldi maupun Yuri, dengan bahasa ‘kelas tinggi’ hanya dijawab Hidayat Arsani dengan singkat, dalam alam fikir nya sendiri, tak peduli apakah yang ditanya dengan jawabannya nyambung atau tidak.
Dengan gaya nya yang santai Hidayat Arsani melakukan langkah-langkah ‘skak’ yang harus dijawab Erzaldi, karena menyangkut fakta yang telah terjadi. Seperti soal 5 Kepala Dinas di masa kepemimpinan Erzaldi yang harus diadili hari ini, soal penempatan SDM yang tidak sesuai kompetensi dan bidang keilmuannya. Soal program yang dulu pernah dicanangkannya di periode 2017-2022. Semua langkah skak Hidayat Arsani tersebut memaksa Erzaldi harus memberi penjelasan, dan “harus nyambung.” Karena akan fatal jika jawaban Erzaldi atas pertanyaan Hidayat Arsani malah tak nyambung.
Hidayat bahkan beberapa kali melakukan sindiran soal 5 Kadis yang harus duduk di kursi terdakwa, sementara Erzaldi selamat sendiri. Pertanyaan tersebut harus diakui merupakan manuver yang dilakukan Hidayat Arsani untuk membuat medan dan permainannya sendiri, bukan malah ikut style ala kuliah umum.
Ini lah style Hidayat yang praktis, Hidayat Arsani tidak begitu peduli dengan seabrek program ini dan itu, karena konsep seorang Hidayat adalah “just do it!” Lakukan dan kerjakan saja, apa yang semestinya dilaksanakan. Karena Hidayat Arsani menyadari bahwa janji politik yang diumbarnya saat acara Debat Publik bisa menjadi kubangan janji politik yang berujung kebohongan.
Karena terkadang fakta yang ada selalu tak sama dengan apa yang diprogramkan dan direncanakan. Ini pesan yang ingin disampaikan oleh Hidayat Arsani soal kejujuran. Jadi sudah bisa ditebak dari awal, bahwa Hidayat Arsani akan lebih banyak bicara hal yang praktis ketimbang program berisi janji manis, dengan diwarnai beberapa langkah skak matt ala Hidayat. Gaya berdebat yang inkonvensional dan to the point. Dan memang sulit nyambung dengan gaya debat konvensional ala Erzaldi maupun Yuri yang mengandalkan kekuatan retotika padat bahasa intelek, bahasa ilmiah yang tujuannya mengukur sekaligus membuat lawan debat sesat dalam menjawab. Namun sepertinya tak begitu dipedulikan oleh paslon Hidayat Arsani-Heliyana.
Saya akhiri editorial ini dengan pantun,
“Gule Kabung campur golok,
Gak nyambung, emang gue pikirin…?”
• Editorial
• Rudi Syahwani (Pemimpin Redaksi)