BELITUNG – Pemerintahan Desa Tanjung Rusa, Kecamatan Membalong, Belitung, telah menarik perhatian masyarakat wilayah tersebut karena keputusan mereka sendiri dalam menangani masalah lahan tanah di lokasi Dusun Nyurun, RT 09 tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat Desa Tanjung Rusa.
Peristiwa ini dimulai ketika masyarakat Desa Tanjung Rusa memanfaatkan lahan tanah yang dibuatkan 75 SKT (Surat Keterangan Tanah) selama kepemimpinan Kades Agus Hero Planeto, yang ditujukan untuk kebun kas Desa dan plasma berdasarkan advis oleh BPKH.
Namun, selama kepemimpinan Kades baru Zuhaidi, 75 SKT (Surat Keterangan Tanah) yang telah diterbitkan ditolak. Lahan tanah tersebut masuk kawasan Hutan Lindung berdasarkan laporan yang diteruskan kepada BPKH untuk pengukuran ulang.
Setelah pengukuran ulang, Terbit advis kedua yang menyatakan bahwa sebagian SKT (Surat Keterangan Tanah) yang telah diterbitkan selama kepemimpinan Kades Agus Hero Planeto masuk kawasan Hutan Lindung.
Agus Hero Planeto mantan kades Desa Tanjung Rusa saat diwancarai wartawan membenarkan peristiwa permasalahan tersebut. Ia menyebutkan pembuatan SKT (Surat keterangan tanah) itu berdasarkan advis yang di keluarkan dari BPKH yang sebelumnya diajukan surat permohonan dari Pemerintah Desa Tanjung Rusa untuk pengukuran lahan tersebut.
“Sebelum tebitnya SKT (Surat keterangan Tanah) kami mengajukan permohonan kepada BPKH. Setelah terbit Advis barulah kami proses (SKT-red),” kata Agus Selasa (4/6/24).
Dikatakan Agus, penetapan Advis pertama dan kedua sama-sama dikeluarkan oleh BPKH. Namun, berdasarkan Advis kedua, SK (Surat Keterangan Tanah) yang telah diterbitkan dicabut kembali oleh Kades Suhaidi secara sepihak.
Oleh karena itu, menurut Agus, sebagian masyarakat Desa Tanjung Rusa yang belum memiliki kebun kas Desa maupun lahan plasma merasa kecewa. Saat ini, hanya terdapat lahan plasma seluas 20 hektar di desa tersebut. Namun, dari penghasilan plasma 20 hektar tersebut, hanya sebagian kecil masyarakat yang mendapatkan hasilnya.
“Bagaimana jika kami memiliki lahan plasma seluas 100 hektar? Tentunya, insentif bagi Dukun, Lebai, Ketua RT/RW, serta lembaga Desa akan semakin meningkat. Dan nantinya, masyarakat yang belum mendapatkan bagian dari hasil plasma tersebut juga akan mendapatkan bagian mereka,” ungkap Agus Hero Planeto, mantan kades Tanjung Rusa.
Sementara itu Kasi Pemerintahan Desa Tanjung Rusa Ismanto saat diwancarai Head-Linenews.com tak menampik permasalah tersebut. Menurut Ismanto, pencabutan SKT (Surat Keterangan Tanah) sepenuhnya wewenang Kepala Desa Zuhaidi.
Namun, Ismanto menjelaskan bahwa Pemerintahan Desa Tanjung Rusa mencabut sebagian dari Surat Keterangan Tanah (SKT), namun tidak semuanya dicabut. Ada 75 SKT, namun hanya 65 dari SKT tersebut yang dicabut, sementara 10 SKT disimpan oleh Sekretaris Desa. Biaya pembuatan SKT sebesar Rp 500.000 per SKT juga telah dikembalikan kepada masyarakat sesuai dengan jumlah SKT yang dicabut.
“Pencabutan SKT (surat Keterangan Tanah) berdasarkan Advis kedua kawasan Hutan Lindung. Sedangkan untuk Advis pertama dinyatakan diluar dari kawasan Hutan Lindung sehingga diterbitkan SKT,” ujar Ismanto saat di jumpai di Kantor Desa Tanjung Rusa.
“Untuk uang pembuatan SKT (Surat Keterangan Tanah) sebanyak 65 dinyatakan masuk kawasan Hutan Lindung sudah di kembalikan kepada masyarakat,” lanjutnya.
Ketika dibahas mengenai perubahan penetapan Kawasan Hutan Lindung yang dikeluarkan oleh BPKH pada Advis kedua seluas 43 hektar, hampir seluruh SKT dicabut oleh pemerintahan Desa. Ismanto katakan “kebijakan tersebut merupakan keputusan dari Kepala Desa”.
Sampai berita ini diterbitkan, Camat Membalong Indrawansyah tidak mengangkat panggilan atau membalas pesan singkat Head-Linenews.com saat dihubungi berkaitan dengan permasalahan tersebut.***
Redaksi